Rabu, 27 Januari 2010

Profil Ulama


















GURU YANG MULIA PROF.DR.KH.AHMAD SYARWANI ZUHRI

oleh : Ahmad Muslim Safwan




KH. Ahmad Syarwani Zuhri dilahirkan di desa Sungai Gampa Marabahan Kecamatan Rantau Badauh,Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, kurang lebih 40 km dari kota Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan, pada tanggal 08 Agustus 1950, dari pasangan Haji Zuhri bin Haji Acil dan Hajah Marwiyah binti Haji Khalil, Haji Zuhri adalah seorang petani biasa yang bersih dan Wara' billah. Ia lahir dalam lingkungan adat keluarga yang sangat fanatik.
Bermula KH. Ahmad Syarwani kecil dimasukkan ke sekolah agama Islam tingkat Ibtidaiyah dan kemudian Tsanawiyah di Madrasah Sulam 'Ulum di desa Sungai Gampa ( tahun 1959 1961) dan telah berhasil menamatkannya, dibawah asuhan dan bimbingan yang mulia KH. Muhammad Marzuki Musthafa.
Kemudian ia melanjutkan ketingkat 'Aliyah di Pondok Pesantren Darussalam di Martapura Kalimantan Selatan (tahun 1962 1970) juga telah berhasil menyelesaikannya, pada masa itu dibawah asuhan Guru Tuha yaitu yang mulia KH. Abdul Qadir Hasan dan KH. Ahmad Sya'rani Arif ( Muhaditsin Kalimantan ).
Disinilah ilmu agama yang dalam dan mulia digali sehingga dahaga akan ilmu sangat dirasakan, begitu pula atas dorongan orang tua dan para guru-guru agama maka dengan izin Allah SWT, ia melanjutkan pula menimba ilmu ke pulau Jawa tepatnya ke kota Bangil Pasuruan Jawa Timur pada sebuah Pondok Pesantren DATU KELAMPAIAN" (setingkat Perguruan Tinggi Islam) selama tiga tahun (1970-1973), dipondok ini ilmu digali dan ditempa, banyaklah kitab-kitab yang ditamatkan yang langsung dibawah pimpinan dan bimbingan yang mulia KH. Muhammad Syarwani Abdan Hafidz Jahullah, Pimpinan dan pendiri Pondok Pesantren tersebut.
KH. Syarwani Abdan adalah orang yang lama bermuqim di kota Mekkah Al-Mukarramah, juga beliau orang Indonesia yang pernah mengajar di Masjidil Haram, Mekkah, maka atas pengarahan dan dorongan serta do'a restu beliau, maka KH.A. Syarwani Zuhri melanjutkan pula ke luar negeri (Saudi Arabia) dan langsung bermuqim / tinggal di sana selama lebih kurang 12 tahun di Mekkah Al-Mukarramah.
Dengan perjalanan yang jauh dan waktu yang lama. Selama di Mekkah Al-Mukarramah ia sempat menimba ilmu dari tokoh tokoh Islam dunia, Ulama ulama, guru guru besar Al-Haramain (Mekkah dan Medinah). Sebagian dari mereka bisa kita sebutkan antara lain, yang mulia : Syeikhuna Sayyid Muhammad Amin Quthbi, As-Syekh Muhadditsul Al-Haramain Hasan bin Muhammad Al Masysyat (Mufti Mekkah Al-Mukarramah), As-Syekh Al-'Allamah Muhammad Yasin bin 'Isa Al Fadani Al-Makki (direktur Madrasah Ad-Diniyah Darul 'Ulum Mekkah Al Mukarramah), As-Syeikh Muhammad Nursayif Rahimahullah, Al-Habib Al-'Alim Al-Alamah Abdul Qadir bin Ahmad As-Seggaf (Wali Qutb, Jeddah), As-Syeikh Al-'Arif billah Al Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Habsy, As-Syeikh Al-Muhaditsul Al-Haramain Al-Habib Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, As-Syeikh Isma'il bin Zein al Yamani Al-Makki, Al-Habib Al- Muhadditsul Syu'aib Abu Madyan, As-Syeikh Al-Faqih Al-'Allamah Zakariyya bin Abdullah Billa, As-Syeikh Al-Muahdits Umar Hamdan At-Tunisi.
Dikota Medinah Al-Munawarrah ia sempat pula belajar dan memperdalam ilmu kepada : As-Syeikh al Hafidz Zakariyya Kandahlawi Al-Madani, As-Syeikh Al 'Arif Billah Muhammad Afahmi Al-Madani, As-Syeikh Sayyid Muhammad Al MuntasirAl Kattani (Mufassir).
Setelah memakan waktu yang cukup lama di Mekkah dan Medinah, rupanya haus dan dahaga akan ilmu tidak puas puasnya maka berangkatlah ia mengunjungi negeri Syam (Syria, sekarang ini) untuk belajar dan berkenalan dan mengambil ijazah ilmu ilmu Tafsir dan ilmu ilmu Hadits kepada para ulama-ulama di negeri Syam (Syria), antara lain Al-Hafidhz Al-'Alim Allamah Al-Muhaddits Sayyid Muhammad Badaruddin Al-Husaini Ad-Damsyiqi, As-Syekh Al-Allamah Al Arif Billah Izzuddin Al-Ghaznawi, As-Syekh Al-Allamah Al-Mufassir Muhammad As-Syami, As-Syekh Al-'Alim Al-Allamah Muhammad An-Na bhani (pengasuh Madrasah Diniyah An-Nahdlatul Ulum Al-Halabi), As-Syekh Al-'Alim Al-Allamah Rasyid Rasyad Ad-Damsyiqi.
Dari Syam (Syiria) ia lalu pergi pula menuju Iraq dan sempat lagi memperdalam Ilmu dengan beberapa Ulama Besar di Negeri Iraq, antara lain kepada : Al-'Allamah Al-Muhaddits Al Faqir Abdul Hay An-Naisyabur, Al-Allamah Mahmud bin Ahmad Al-Bagdhadi, As-Syekh Al-Arif Billah Muhammad Bisa Ahmad As-Sayad Ar-Rifa'i, As-Syekh Al-'Allamah Al Quthbi Al-Qausil Akbar Muhammad Al-Fasi, Sayyid Ahmad bin Muhammad Mahyuddin Al Husaini.
Setelah Iraq dikunjungi, rupanya berpetualang untuk memperdalam ilmu agama Islam belum cukup di sana dan berangkat lagi menuju Magribi (Marokko, sekarang ini) dan sempat lagi menghirup ilmu dengan ulama ulama di Marokko seperti kepada: Al-Hafidhz Al-Muhaddits Sayyid Ahmad bin Siddiq Al-Ghumary, Al'Alim Al-Allamah Syekh Abdul Aziz Siddiq Al-Ghumary, As-Syekh Al-'Allamah As-Syarif Muhammad Bisa Abbas Al-Fasi Al-Hasani.
Sebelum ke Marokko ia sempat pula belajar di negeri piramida Mesir yang cukup terkenal gudangnya ilmu dan para ulama ulama, dan sempat pula berkenalan dan memperdalam ilmu dengan para ulama ulama Mesir yaitu : As-Syekh Al Imam Al 'Arif Billah Sayyid Muhammad bin Shaleh Al-Ja'fari (Imam Mufthi Al-Azhar Syarif, Mesir), As-Syekh Al-Alim Al-Allamah Hasanain Muhammad Makhluf (Mufti Mesir), As-Syekh Prof. Dr. Al-Imam Abdul Halim Mahmud (Rektor Al-Azhar University, Mesir), Al-'Alim Al-Allamah Syekh Muhammad Sulaiman bin Muhammad An-Namiri At-Thanthawi (Rektor University Jami'ah Muhammiyah As-Syafa Thantha).
Dan terakhir hijrah lagi ke Negeri Yaman untuk memperdalam ilmu dengan Ulama-ulama di Negeri Yaman, seperti : As-Syekh Al-Allamah Al-Faqih Yahya Al-Ahdal, Al-Arif Billah Sayyid Abu Madyan Hafidzahullah, As-Syekh Al 'Allamah Al-Faqih Abdullah bin Al-Lahidji, Al-Allamah As-Syekh Al-Muhaddits Al-Yamani Ahmad bin Yahya bin Abdul Wasyi.
Selain itu ia juga pernah mengambil ijazah dari ulama-ulama besar Negeri Sudan, yaitu : Syekh Ibrahim Ar-Rasyidi As-Sudani, Syekh Al-'Allamah Ahmad Jabarti Hafidz Jahullah.
Selain itu, ia juga pernah melalang buana kenegara-negara Isalam untuk berziarah dan mengambil ijazah ilmu, diantarany a :ke Turki, Yunan Karbala (Maqam Tubuh Sayyidina Husein RA), Tus (Maqam Imam Al-Ghazali RA), Baghdad (Maqam Nabiyullah Yunus AS dan Maqam Imam Hanafi RA), Damaskus (Maqam Nabiyullah Zakaria AS Dan Maqam Nabiyullah Yahya AS). Nawa (Maqam Imam Nawawi RA), Syam (Maqam Sitti Masyithah RA), Qaryatul Khalil (Maqam Nabiyullah Ibrahim AS), Mesir (Maqam Imam As-Syafi'i RA), Madinah (Maqam Imam Malik RA), dan juga maqam Rasulullah SAW, yang lebi h utama. China ( Maqam Sayyidina Sa’ad bin Abu Waqash RA ), Bukhara Tajakistan ( Maqam Imam Bukhari RA ) dan Lain-lain.
Setelah melawat berziarah ke berbagai negara maka ia kembali lagi ke kota Mekkah Al-Mukarramah, karena kerinduan dengan Baitil Atiq (Ka'bah), dan suasana belajar, rindunya hati dengan Rasulullah SAW Di Medinah Al Munawarrah, dan pula atas panggilan murid murid di Mekkah yang mereka mengharapkan kembali aktif mengajar mereka mereka seperti biasa
(Para Pelajar Islam Indonesia yang mengaji belajar di Makkah).
Begitulah waktu terus berjalan dan tidak terasa, akhirnya pada tahun 1986 ia kembali ke Indonesia, langsung menuju kampung halaman di Sungai Gampa Marabahan Barito Kuala, Kalimantan Selatan dan orang tuanya selalu menanti kedatangan anaknya yang tercinta yang sudah dua belas tahun menetap di Makkah Saudi Arabia..
Atas inisiatif keluarga, ia kemudian membeli rumah di Martaputra, yaitu di Jalan Pesayangan Gang Kurnia RT I / No. 1. Setelah beberapa saat menempati rumah yang baru dibeli, sambil merasakan nikmatnya baraqahnya berkumpul dengan guru guru dan ulama ulama di Martapura, pada masa ini seperti : KH. Samman Mulia Hafidz Jahullah, KH. Muhammad Zaini Ghani Hafidz Jahullah, KH. Husin Dahlan Hafidz Jahahullah, KH.M. Ramli Radhi Hafidz Jahullah, KH. Badaruddin Hafidz Jahullah, KH. M. Royani Hafidz Jahullah, Dan lain-lain.
Dalam sedang lezatnya tinggal di Martapura, maka beberapa keluarga, kawan seperguruan sekaligus gurunya KH. Muhammad Shafwan ( Guru Handil ) Handil 6 Muara Jawa sangat mengharapkan supaya ia bisa mengajar di Balikpapan khususnya, Kalimantan Timur umumnya. Maka setelah melalui istikharah dan sambil menanti saran saran serta pertimbangan dari guru yang mulia KH. M. Syarwani Abdan Bangil. Kiranya Qadar Allah SWT berlaku jua, dengan penuh rasa ikhlas pindah dari Martapura dan menetap di Balikpapan. Dengan bantuan dan dorongan istri yang setia maka dapat membeli rumah /tempat tinggal sendiri yang sederhana, di Balikpapan Timur, Balikpapan.
Pada pertengahan tahun 1987 mulai diadakan kegiatan untuk mendirkan Pondok Pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren "Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari" Balikpapan. yang luasnya kurang 30 Ha. Yang sebelumnya terletak di Km 30, dan 6 Ha. Kemudian sebelum rampung lokasi pondok pesantren dipindahkan ke Km 19,5 Jalan Raya Balikpapan – Samarinda hingga sekarang.





KH.Mukhtar HS
Sang Kader Aspiratif Dan Sosok Pemimpin Yang Cerdas

oleh : Abu Najla A.Muslim Safwan ( Alumni Ponpes Ibnul Amin )

KH. Mukhtar HS, adalah Pengasuh II Pondok Pesantren Ibnul Amin Desa Pamangkih, Kec. Labuan Amas Selatan ( LAU ), Kab.Hulu Sungai Tengah ( HST ) Kalimantan Selatan.
Beliau Lahir didesa Mundar Kecamatan Labuan Amas Selatan Pada tahun 1942, merupakan putra pertama dari empat bersaudara pasangan H. Salman dan Hj. Andaluh.
Pendidikan dasar beliau mulai di Sekolah Rakyat ( SR ) didesa Mundar dan tamat pada tahun 1956 yang selanjutnya diteruskan ke Sekolah Menengah Islam Hidayatullah ( SMIH ) Martapura. Setelah itu beliau belajar di Sekolah Diniyyah Islamiyyah Barabai hingga tahun 1958. Sejak tahun 1958 itulah selanjutnya mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren Ibnul Amin dibawah pengajaran dan pembinaan langsung oleh pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren, KH. Mahfudz Amin. Beliau termasuk santri angkatan pertama dan tercatat sebagai pendaftar ke tiga dari sembilan santri pertama pesantren ini.
Setelah belajar sekitar 9 bulan dipondok, beliau telah dipercaya untuk menjadi guru sekaligus orang kepercayaan al-Marhum KH. Mahfudz Amin. Beliau dididik secara khusus dan intensif sehingga kitab seyogyanya dipelajari selama 6 bulan dapat ditamatkan dalam masa 15 hari saja, disamping tetap mengikuti pelajaran bersama santri lainnya.
Sejak awal, Al-Marhum KH. Mahfudz Amin telah memberikan perhatian khusus kepada beliau sebagai kader penerus perjuangan pembangunan dan pengembangan Pondok Pesantren untuk menghadapi kemajuan agama dalam proses Taqarub Ilallah dengan jalan pengkajian ilmu-ilmu-Nya.
Tahun 1975 beliau berkesempatan menunaikan Rukun Islam kelima sekaligus menimba ilmu di tempat awal turunnya Syari'at Islam. Bersama dengan penuntut ilmu lainnya dari berbagai daerah di Halaqah Masjidil Haram Makkah Al- Mukarramah guna memperdalam ilmu Hadist serta mendatangi guru-guru secara khusus di rumah-rumah hingga memperoleh ijazah-ijazah kitab hingga tahun 1976. Satu dari sekian banyak guru beliau diantaranya adalah Syekh Ismail Zein Al-Yamani. Beliau kembali dapat berkunjung ketanah suci pada tahun 1982, 1985 dan tahun 2000. selama di Saudi Arabia, selain menuntut ilmu, beliau juga berupaya untuk menempatkan alumni santri pesantren Ibnul Amin agar bias diterima bersama para pelajar lainnya yang datang dari seluruh penjuru dunia.
Tahun 1968-1969 beliu diutus oleh Al-Marhum KH. Mahfudz Amin Pendiri Pondok untuk memperdalam ilmu Hadist dan tafsir di Martapura dengan seorang Ulama terkemuka KH. Anang Sya'rani. Dengan berbekal pengalaman itulah yang merupakan modal untuk dikembangkan kepada para santri yang tidak hanya berasal dari daerah sekitar tapi juga dari luar daerah bahkan dari negeri tetangga, Malaysia dengan latar belakang pendidikan yang berbeda pula, dari TK hingga Sarjana. Sejak tahun 1976 beliau dipercaya untuk memegang tanggung jawab di Pesantren Putra yang sepeninggal almarhum KH. Mahfudz Amin selanjutnya memegang penuh kendali kepemimpinan pesantren baik putra maupun putri.
Beberapa inisiasi yang sekarang sudah terealisir dalam rangka pengembangan Pondok Pesantren Ibnul Amin yang sesuai dengan perkembangan zaman adalah dengan menyempurnakan kalender pendidikan di pondok. Sebelumnya tradisi liburan pondok adalah sepekan sekali, kemudian dua pekan sekali, lalu sebulan sekali dan sekarang menjadi dua kali dalam setahun (Ramadhan dan Idul Adha). Hal ini dilakukan dalam rangka efisiensi waktu sehinga santri lebih berkonsentrasi dalam belajar disamping sebagai upaya minimalisasi dari aktifitas diluar pondok selama liburan 3 hari perbulan tersebut selain itu di kembangkan pula upaya peningkatan amaliyyah para santri dalam proses penempaan mental sipiritual termasuk mengkondisikan komplek pondok yang bebes rokok disamping pertimbangan kesehatan, moral dan ekonomis. Saat ini sedang dirancang pula kegiatan belajar asistensi dimana seorang santri senior menangani 13 orang santri dibawahnya untuk dibekali dengan 'rempah-rempah' yang kelak dapat dikonsumsi dengan nyaman apabila mereka telah terjun ketengah masyarakat. Jadi untuk menghafal do'a-doa pendek, tahsinut tilawah dan bekal-bekal ringan lainnya cukup ditangani oleh santri senior ini disamping progam pelajaran yang dipandu oleh guru. Hal ini juga mengandung nilai positif bagi santri senior tersebut sebagai sarana pelatihan awal dan praktek sederhana mengenai apa yang telah mereka peroleh selama ini. Saat ini telah dilaksanakan pula progam bahasa Arab dan bahasa Inggris (dimulai pada tanggal 17 Agustus 1999) sebagai perwujudan dari keinginan dan cita-cita almarhum KH.Mahfudz Amin pendiri pondok ini.
Untuk mengusir kejenuhan dan kepenatan otak maka saat ini diadakan pula kegiatan olah raga seprti bola voli, tennis meja dan selanjutnya akan dikembangkan olah raga sepak bola dan bola basket. Dalam rangka mengembangkan pola kemitraan dan keterbukaan maka pihak pengasuh pun siap menerima berbagai usulan positif dari santri sepanjang itu dilakukan untuk kemajuan pondok. Hal itu dapat dilihat dengan adanya latihan pidato, Koran dinding, karnaval tahunan (menyambut uthlah sanawiyah), pembacaan maulid al Habsyi, Jum'at bersih, pelatihan pelaksanaan fardhu khifayah, pelatihan manajemen organisasi dan sebagainya.
Disamping menjalankan tugas pokok memimpin pesantren beliau juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan da' wah melalui majelis ta' lim, memberikan advis yang berhubungan dngan berbagai masalah yang berkembang ditengah-tengah masyarakat selain tetap membina dan mengembangkan hubungan baik dengan semua pihak baik lembaga swasta maupun pemerintah dengan tetap memegang prinsip independensi. Secara moral mendukung berbagai aktifitas organisasi keagamaan dan kemasyarakatan namun secara kelembagaan tetap dalam posisi yang netral.
Dikalangan santrinya beliau dikenal aspiratif dan sosok pemimpin yang cerdas serta sabar. Sulit mencari kata-kata beliau yang membuat orang lain tersinggung. Beliau tetap konsekwen dengn ide-idenya dengan tetap mendengar pendapat orang lain, dinamis dan mampu menyesuaikan diri dengan setiap level pergaulan disamping tidak ingin membebani orang lain.
Satu dari sekian ide monumental beliau yang kini sedang direalisasikan adalah pengembangan agrobisnis sebagai kontributor yang signifikan bagi pendanaan operasional pesantren.
Banyak sudah yang beliau lakukan, tapi masih banyak lagi yang ingin beliau kerjakan dalam hal memajukan Islam melalui Pondok yang beliau Pimpin. Semoga Allah panjangkan umur beliau dan tetap tegar dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.


KH. Muhammad Syukri Unus
Ahli Nahwu dari Antasan Senor

Dia ulama yang memiliki ribuan Jama'ah. Ilmu tata bahasa (nahwu)yang dimilikinya menjadikan tuan guru majelis taklim di bawah jembatan Antasan Senor ini sebagai seorang penulis manaqib,
khususnya tokoh Tasawuf terkenal.

BISINGNYA deru kendaraan di j alan raya yang menghubungkan Martapura dan Hulu Sungai tidak mempengaruhi minat jamaah hadir ke pengajian Sabilal Anwar yang terletak di samping kiri Jembatan Antasan Senor. Dari majelis itulah lahir beberapa nama ulama yang tersebar di berbagai pelosok. Tapi sosok guru bersahaja dan cerdas itu kini banyak melakukan kegiatan di rumah setelah sempat sakit. Ia juga dipandang sebagai ahli tata bahasa (Gramatika Nahwu) yang banyak menyusun berbagai kitab.
K.H. M. Syukeri di lahirkan pada hari Senin tanggal 05 Oktober 1948 M bertepatan dengan 1 Zulhijjah 1367 H di desa Harus, Sungai Malang, Amuntai Tengah (HSU) dari seorang Bapak yang bernama Unus Bin Ali Bin Abd Rasyid dan ibu yang bernama Hj. Mascinta Bin Sa'ad Bin Abd Rasyid.
Beliau di lahirkan di kalangan keluarga yang taat beragama, sehingga sejak kecil beliau sudah di didik secara Agamis dan mencintai pada Ilmu Pengetahuan Agama, dan mencintai Ulama. Karena kecintaan orang tuanya ( Unus ) kepada ulama maka KH.M Syukeri Unus selalu di bawa oleh bapaknya untuk berkenalan dan silaturrahmi dengan ulama sehingga pada suatu ketika ada diantara ulama yang mengatakan kepada orang tuanya, anak ini kelak akan menjadi orang yang bermanfaal dan babarakat di kemudian hari berkat kecintaan orang tuanya kepada ulama, dan do'a ibunya yang mendambakan anaknya menjadi ulama dan anak yang shaleh serta berguna bagi Agama Bangsa dan Negara. Akhirnya anak yang tercinta ini pun lahir sebagai ulama seperti yang di kenal saat ini. Berlakulah Sabda Nabi SAW : yang Artinya: "Seseorang atas siapa yang ia cintai " siapa yang mencintai ulama pastilah anaknya atau cucunya kelak di jadikan ALLAH SWT menjadi ulama.
Ulama sederhana ini menghabiskan masa kecilnya di Amuntai di bawah bimbingan orang tuanya Unus dan Mascinta. Beliau bersekolah di SD (1954 1960) dan SMP (1960 1963). Sejak kecil ia belajar membaca Al-Qur'an kepada Pamannya sendiri yaitu M. Qadri bin Ali bin Abdurrasyid. Ia juga belajar Ilmu Tauhid kepada Tuan Guru H.M. Mansyur, serta selalu membaca kitab-kitab Agama Islam secara otodidak dengan langsung menghapalkannya.
Wafatnya sang ayah Unus merupakan pengalaman spiritual yang tak terlupakan bagi beliau. Dan setelah itu tahun 1963 M beliau memutuskan untuk merantau ke Kota Intan Martapura guna mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren Darussalam.
" Saya memutuskan mendalami ilmu Agama setelah ayah saya meninggal " Cerita Guru Syukri.
Sebagai pemuda beliau tergolong cerdas dibuktikan dengan selalu Juara satu dikelas sejak SD, SMP, hingga beliau meneruskan sekolah di Pondok Pesantren Darussalam.

Ketika ia masih tinggal di Amuntai yaitu dari tahun 1958 – 1963 ia banyak menghadiri Majelis ta'lim yang diasuh oleh beberapa ulama terkenal disana diantaranya, KH. Abdul Hamid ( Guru Tuha Haji Tarus ), KH.M. Suberi, K. Umar Baki, KH. Abd. Muthalib, KH. Mansur, KH. Asy'ari, KH. Hasan, KH. Abdul Wahab Sya'rani, KH. M. Imberan ( Bung Tomo ).
Sebelum ia nyantri di Pondok Pesantren Darussalam ia belajar dengan temannya yaitu Saudara Umar Hamdan secara Privat ( Khusus Sendiri ).
Tahun 1963 -1964 ia belajar kepada K.Gusti Imansyah ( Guru Murad ) beliau adalah guru pertamanya sejak nyantri di Pondok Pesantren Darussalam. Tahun 1964 – 1965 ia berguru kepada KH.M. Rofi'I Ahmad, beliau adalah guru yang disiplin dan ahli dalam ilmu Nahwu dan Shoraf. Tahun 1965-1976 ia juga berguru kepada KH.M. Husein Dahlan. Tahun 1966 -1967 ia berguru kepada muhaditsin Kalimantan yakni KH. Anang Sya'rani Arief . tahun 1967 – 1968 ia berguru kepada KH.M. Ramli. Tahun 1967 -1968 ia berguru kepada KH. Husein Qadri. Tahun 1968 -1969 ia berguru kepada KH.Abd. Syukur.
Selain berguru kepada para Ulama yang mengajar dipondok Pesantren Darussalam ia juga selalu menghadiri majelis ta'lim dikampung-kampung. Tercatat ia juga berguru kepada KH. Abd. Qadir Hasan, KH. M. Zaini Abd. Ghani, KH. Badruddin, KH. Salim Ma'ruf, KH. A. Royani, KH. Nasrun Thahir, KH. Syarwani Abdan.
Ia belajar kepada KH.Syarwani Abdan atas restu dan perintah dari KH. M. Zaini Abd. Ghani. Kh.M. Syukri pergi ke kpta Bangil yang pertama kali tahun 1981 bertepatan dengan bulan Ramadhan 1401. kemudian tahun 1984 M atau 1404 pada akhir Sya'ban ia kembali lagi ke kota Bangil untuk mengambil berbagai ijazah berbagai ilmu pengetahuan.
KH. M.Syukri adalah seorang yang senang berkunjung kepada para Ulama guna mengambil berkah dan ijazah ilmu, diantaranya ia pernah bersilaturrahmi kepada K. Abdullah Katum ( Wali Katum ) di Tebu Darat Pantai Hambawang Hulu Sungai Tengah, KH. Ahmad Mugeni ( Ayah Negara ) yang berdomisili di Kota Barabai HST, KH. Abd. Rahman di kampung Kopi Barabai, KH. Luqman Kampung Tanta Kelua, KH. M. Ramli Bitin Danau Panggang, KH. Abdul Wahab bin H. Abdurrahaman bin Tuan Lusuk di Anjir Kapuas, KH. Mahfudz Amin Pamangkih, KH. M. Tarmudzi Badruddin Lombok, NTB, KH. Abdullah Faqih Langitan Tuban Jawa Timur, KH. Drs. A. Wahid Zaini SH.
KH.M. Syukri juga mengunjungi dan mengambil Ijazah Sanad Ilmu dan berkah kepada para Masyayikh dan para Habaib, diantaranya Kepada Syikhul Ulama Syeikh Muhammad Hasan Masyath, Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadani, Syeikh Ismail Zein Al-Yamani, Syeikh Habib Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Habib Hamid Al-Kaff, Syeikh Zein Baweaan al-Hafiz, Syeikh Abd. Karim Al-Banjari Makkah, Syeikh Habib Salim bin Abdullah Asy-Syatiri, Habib Muhammad bin Ibrahim Al-Ahdal, Makkah, Habib Abu Bakar bin Salim Al-Habsyie ( Basirih ), Habi Ja'far Basirih, Habib Zein bin Muhammad Al-Habsyie ( Martapura ), Habib Husein Al-Hamid ( Berani Kulon ), Habib Anis bin Ali Al-Habsyie ( Solo ), Habib Muhammad Al-Ba'bud ( Lawang Malang ), Habib Umar Al-Athas ( Jakarta ), Habib Abu Bakar bin Hasan Al-Attas, Habib Idrus Al-Habsyie ( Ampel, Surabaya ), Habib Muhammad bin Husein Al-Hamid ( Seiwun Hadramaut ), Habib Ali bin Muhsin Al-Hamid ( Seiwon Hadramau t ), Habib Muhammad bin Salim bin Aqil ( Surabaya ), Habib Ali Bahsyiem ( Air Putih Samarinda ), Habib Husein bib Hasan Alaydrus ( Solo ) , Habib Muhammad Zein Al-Kaff ( Gresik ), Habib Syeikh As-Seggaf ( Surabaya ) dan Habib Abdullah bin Ja'far Al-Jufri ( paiton , Jawa Timur ).
Senin tanggal 10 7 1978 KH.M. Syukeri menikahi Hj Ramlah sepupu dari Tuan Guru KH.M.Zaini Ghani putri dari pasangan H. Asy'ari dan Hj. Siti Zaleha(saudara Kandung Ayah Guri Ijai red). Pernikahan tersebut berlangsung di rumah mertuanya di Gg. Kurnia Pasayangan Martapura dihadiri pula oleh KH Badruddin dan KH.M. Zaini Ghani. Setelah menikah iapun pindah ke rumah mertuanya.
Bersama istrinya ia dikaruniai tiga anak yaitu M. Noor, Habibah, dan Laila Badriyyah, la menghidupi keluarganya dari hasil sewa asrama milik saudaranya dan penjualan kitab kitab karangannya yang banyak dijadikan panduan berbagai pesantren di Kalsel.
Dalam bidang Da'wah beliau memilika prinsip yang berpegang pada hadist Rasulullah SAW, yang artinya "Sebaik baik kamu adalah orang yang belajar AI Qur'an dan yang mengajarkannya".
Walaupun beliau sekarang bermukim dan mengajar serta membuka majelis Talim di Martapura. Sebagai putra kelahiran Amuntai beliau tak pernah melupakan tanah kelahirannya, selain banyak akrab dengan ulama di Amuntai beliau juga kerap mengadakan pengajian di Amuntai. Sambutan jama'ah yang ada di Amuntai pun sangat luar biasa kepada beliau.
KH.M. Syukri juga adalah seorang Ulama yang selalu berkarya dianatara Karya tulisnya adalah, Is'afut Thalibin ( Nahwu ), Is'aful Haid ( Faraid ), Miftahul Ilmi ( Mantiq ), Is'aful Murid ( Balaghah ), Dalilul Wadihah ( Balaghah ), Dalilul Murid ( Tauhid ), Ta'liqu Isyaratil Maqal ( Saraf ) Dalilut Thalibin ( Ushul Hadist ), Taudihul Masalik ( Nahwu ), Asrarus Saum ( Masalah Puasa ), Risalah Rahasia Haji dan umrah , Irsyadul Aulad ( Akhlaq ).
Ia juga menulis buku-buku Manaqib diantaranya, Manaqib Syyidatina Khadijah, Nubzah Karamat Siti Khadijah, Terjemah Imam Syafi'I, Nubzah Manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, Manaqib Imam Rabbani Sayyid Ahmad Al-Badawi, Manaqib Imam Rabbani Sayyid Ahmad Rifai'I, Manaqib Imam Abul Hasan Asy-Syadzili, Manaqib Ahmad bin Idris Al-Idrisi, Manaqib Imam Rabbani Syeikh Ibrahim ad-Dasuqi,Terjemah syeikh Muhammad bin Said Al-busyari, Terjemah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli Dan lain sebagainya.
Keberhasilan seorang Ulama bukan saja di pandang dari sudut ilmu pengetahuan yang dimilikinya, akan tetapi juga sangat ditentukan pula pada kemampuan Ulam itu sendiri untuk melahirkan figure generasi pengganti dikemudian hari.
Diantara para kader yang sempat menimba ilmu kepadanya yang sekarang ini telah menjadi ulama besar dan mempunyai pondok pesantren dan Majelis ta'lim yang tersebar diman-mana adalah :, KH. Ahmad Bakri ( Gambut ), KH. Hafidz Anshari ( Banjarmasin ), KH. Ahmad Fahmi Zam-zam ( Kedah , Malaysia ), KH. Suriani. Lc. ( Amuntai ), KH. Ibrahim Aini ( Rantau ), Alm. KH. M. Sya'rani Zuhri (Jakarta ),KH. Bahran Jamil ( Barabai ), KH.M. bakhit ( Barabai ), KH. M. Sya'rani ( Samarinda ), dan lain-lain.
Dalam bidang Pendidikan Agama KH.M. Syukri Unus banyak menekuni ilmu alat atau ilmu tata bahasa ( Nahwu / Gramatika ) yang menurutnya sangat berguna untuk mempelajari kitab cabang pelajaran lain.
Demikianlah sekelumit Propil dari KH. M. Syukri Unus yang kami sadur dari buku " Biografi Singkat KH.M. Syukri Unus yang disusun oleh Ustadz Gusti Wardiansyah " *** Abu Najla A.Muslim Safwan ***

Tentang Kami

MAJELIS TA’LIM WA DZIKIR WA MAULID
“ RAUDHATUT THALIBIN “

Majelis Ta’lim Wa Dzikir Wa Maulid “ Raudhatut Thalibin “ berdiri pada tahun 2007, tepatnya pada pertengahan bulan Rabiul Awwal, bulan dimana baginda Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Majelis ini diperakarsai dan dipimpin oleh Al-Ustadz Ahmad Muslim Safwan putra Abuya Mualim KH.Muhammad Safwan Zahri ( Pimpinan Pondok Pesantren Sabilutaqwa ).
Majelis yang sekretariatnya dijalan H.A.Andi Mu’min Raya Perumahan BTN Permai Handil III RT 15.A Kel. Muara Jawa pesisir, Kec. Muara Jawa ini melaksanakan pengajian setiap Malam kamis Ba’da Isya, yaitu sebelumnya membaca maulid Simtud Durrar Karya Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyie dan Qasidah Burdah Karya Syeikh Abu Said Al-Busyiri yang dibaca berselang seling ( Malam kamis pertama Maulid Habsyie dan Malam Kamis kedua Qasidah Burdah dan seterusnya) setelah itu pengajian kitab Sifat 20 karya Sayyid Utsman bin Yahya dibaca dan kitab Hidayatus Salikin Karya Syeikh Abdus Samad Al-Falimbani serta kitab-kitab Karya Syeikh Abdurrahman Shiddiq Al-Banjari ( Ulama Banjar yang wafat di Safat, Indera Giri, Riau ), Pengajian dipimpin langsung oleh yang mulia Abuya KH.M. Safwan Zahri.
Setiap malam Selasa atau malam Sabtu Grouf Majelis Ta’lim Wa Dzikir Wa Maulid Raudhatut Thalibin selalu berda’wah dengan bersafari dari mesjid ke mesjid dan dari Mushola ke mushola dengan membaca maulid Simtud Durar diselingi dengan lantunan Qasidah pujian kepada Rasulullah SAW dan tawasul kepada para wali-wali Allah SWT.Kini Majelis Ta’lim Wa Dzikir Wa Maulid Raudhatut Thalibin telah mengembangkan da’wah didunia Pendidikan yaitu dengan bantuan seorang Muhibbin yang dermawan pak Abbas Suparman ia merelakan rumahnya untuk dijadikan madrasah yang kini telah berjalan 2 kelas yaitu kelas Mubtadi dan Awwaliyyah. Madrasah yang diberi nama dengan Raudhatul Jannah ini tanpa dipungut bayaran namun harus rajin dan berfrestasi.

Manaqib Tokoh Islam

Manaqib Ulama Indonesia dan sekitarnya

Manaqib Ilmuan Islam

Ibnu Batuta

Abu Abdullah Muhammad bin Battutah (24 Februari 1304 - 1368 atau 1377) adalah seorang pengembara Berber Maroko. Atas dorongan Sultan Maroko, Ibnu Batutah mendiktekan beberapa perjalanan pentingnya kepada seorang sarjana bernama Ibnu Juzay, yang ditemuinya ketika sedang berada di Iberia. Meskipun mengandung beberapa kisah fiksi, Rihlah merupakan catatan perjalanan dunia terlengkap yang berasal dari abad ke-14.Hampir semua yang diketahui tentang kehidupan Ibnu Batutah datang dari dirinya sendiri.

Meskipun dia mengiklankan bahawa hal-hal yang diceritakannya adalah apa yang dia lihat atau dia alami, kita tak bisa tahu kebenaran dari cerita tersebut. Lahir di Tangier, Maroko antara tahun 1304 dan 1307, pada usia sekitar dua puluh tahun Ibnu Batutah berangkat haji -- ziarah ke Mekah. Setelah selesai, dia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi 120.000 kilometer sepanjang dunia Muslim (sekitar 44 negara modern).

Perjalanannya ke Mekah melalui jalur darat, menyusuri pantai Afrika Utara hingga tiba di Kairo. Pada titik ini ia masih berada dalam wilayah Mamluk, yang relatif aman. Jalur yang umu digunakan menuju Mekah ada tiga, dan Ibnu Batutah memilih jalur yang paling jarang ditempuh: pengembaraan menuju sungai Nil, dilanjutkan ke arah timur melalui jalur darat menuju dermaga Laut Merah di 'Aydhad. Tetapi, ketika mendekati kota tersebut, ia dipaksa untuk kembali dengan alasan pertikaian lokal.

Kembail ke Kairo, ia menggunakan jalur kedua, ke Damaskus (yang selanjutnya dikuasai Mamluk), dengan alasan keterangan/anjuran seseorang yang ditemuinya di perjalanan pertama, bahwa ia hanya akan sampai di Mekah jika telah melalui Suriah. Keuntungan lain ketika memakai jalur pinggiran adalah ditemuinya tempat-tempat suci sepanjang jalur tersebut -- Hebron, Yerusalem, dan Betlehem, misalnya -- dan bahwa penguasa Mamluk memberikan perhatian khusus untuk mengamankan para peziarah.

Setelah menjalani Ramadhan di Damaskus, Ibnu Batutah bergabung dengan suatu rombongan yang menempuh jarak 800 mil dari Damaskus ke Madinah, tempat dimakamkannya Muhammad. Empat hari kemudian, dia melanjutkan perjalanannya ke Mekah. Setelah melaksanakan rangkaian ritual haji, sebagai hasil renungannya, dia kemudian memutuskan untuk melanjutkan mengembara. Tujuan selanjutnya adalah Il-Khanate (sekarang Iraq dan Iran.
Dengan cara bergabung dengan suatu rombongan, dia melintasi perbatasan menuju Mesopotamia dan mengunjungi najaf, tempat dimakamkannya khalifah keempat Ali. Dari sana, dia melanjutkan ke Basrah, lalu Isfahan, yang hanya beberapa dekade jaraknya dengan penghancuran oleh Timur. Kemudian Shiraz dan Baghdad (Baghdad belum lama diserang habis-habisan oleh Hulagu Khan).

Di sana ia bertemu Abu Sa'id, pemimpin terakhir Il-Khanate. Ibnu Batutah untuk sementara mengembara bersama rombongan penguasa, kemudian berbelok ke utara menuju Tabriz di Jalur Sutra. Kota ini merupakan gerbang menuju Mongol, yang merupakan pusat perdagangan penting.

Setelah perjalanan ini, Ibnu Batutah kembali ke Mekah untuk haji kedua, dan tinggal selama setahun sebelum kemudian menjalani pengembaraan kedua melalui Laut Merah dan pantai Afrika Timur. Persinggahan pertamanya adalah Aden, dengan tujuan untuk berniaga menuju Semenanjung Arab dari sekitar Samudera Indonesia. Akan tetapi, sebelum itu, ia memutuskan untuk melakukan petualangan terakhir dan mempersiapkan suatu perjalanan sepanjang pantai Afrika.

Menghabiskan sekitar seminggu di setiap daerah tujuannya, Ibnu Batutah berkunjung ke Ethiopia, Mogadishu, Mombasa, Zanzibar, Kilwa, dan beberapa daerah lainnya. Mengikuti perubahan arah angin, dia bersama kapal yang ditumpanginya kembali ke Arab selatan. Setelah menyelesaikan petualangannya, sebelum menetap, ia berkunjung ke Oman dan Selat Hormuz. Setelah selesai, ia berziarah ke Mekah lagi.

Setelah setahun di sana, ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di kesultanan Delhi. Untuk keperluan bahasa, dia mencari penterjemah di Anatolia. Kemudian di bawah kendali Turki Saljuk, ia bergabung dengan sebuah rombongan menuju India. Pelayaran laut dari Damaskus mendaratkannya di Alanya di pantai selatan Turki sekarang. Dari sini ia berkelana ke Konya dan Sinope di pantai Laut Hitam.

Setelah menyeberangi Laut Hitam, ia tiba di Kaffa, di Crimea, dan memasuki tanah Golden Horde. Dari sana ia membeli kereta dan bergabung dengan rombongan Ozbeg, Khan dari Golden Horde, dalam suatu perjalanan menuju Astrakhan di Sungai Volga.




Ibnu Sina

Ibnu Sina merupakan doktor Islam yang terulung. Sumbangannya dalam bidang perubatan bukan sahaja diperakui oleh dunia Islam tetapi juga oleh para sarjana Barat. Nama sebenar Ibnu Sina ialah Abu Ali al-Hussian Ibnu Abdullah. Tetapi di Barat, beliau lebih dikenali sebagai Avicenna.

Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijrah bersamaan dengan 980 Masihi. Pengajian peringkat awalnya bermula di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastera. Selain itu, beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logik, matematik, sains, fiqh, dan perubatan.

Walaupun Ibnu Sina menguasai pelbagai ilmu pengetahuan termasuk falsafah tetapi beliau lebih menonjol dalam bidang perubatan sama ada sebagai seorang doktor ataupun mahaguru ilmu tersebut.

Ibnu Sina mula menjadi terkenal selepas berjaya menyembuhkan penyakit Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang gagal diubati oleh doktor yang lain. Kehebatan dan kepakaran dalam bidang perubatan tiada tolok bandingnya sehingga beliau diberikan gelaran al-Syeikh al-Rais (Mahaguru Pertama).

Kemasyhurannya melangkaui wilayah dan negara Islam. Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan diRom pada tahun 1593 sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka masa tidak sampai 100 tahun, buku itu telah dicetak ke dalam 15 buah bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan sebagai bahan rujukan asas diuniversiti-universiti Itali dan Perancis. Malahan sehingga abad ke-19, bukunya masih diulang cetak dan digunakan oleh para pelajar perubatan.

Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Remedies for The Heart yang mengandungi sajak-sajak perubatan. Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan menghuraikan 760 jenis penyakit bersama dengan cara untuk mengubatinya. Hasil tulisan Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu perubatan sahaja. Tetapi turut merangkumi bidang dan ilmu lain seperti metafizik, muzik, astronomi, philologi (ilmu bahasa), syair, prosa, dan agama.

Penguasaannya dalam pelbagai bidang ilmu itu telah menjadikannya seorang tokoh sarjana yang serba boleh. Beliau tidak sekadar menguasainya tetapi berjaya mencapai tahap zenith iaitu puncak kecemerlangan tertinggi dalam bidang yang diceburinya.

Di samping menjadi zenith dalam bidang perubatan, Ibnu Sina juga menduduki ranking yang tinggi dalam bidang ilmu logik sehingga digelar guru ketiga. Dalam bidang penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya termasuk kumpulan risalah yang mengandungi hasil sastera kreatif.

Perkara yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah beliau juga merupakan seorang ahli falsafah yang terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul al-Najah yang membicarakan persoalan falsafah. Pemikiran falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh aliran falsafah al-Farabi yang telah menghidupkan pemikiran Aristotle. Oleh sebab itu, pandangan perubatan Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan teori perubatan Yunani khususnya Hippocrates.

Perubatan Yunani berasaskan teori empat unsur yang dinamakan humours iaitu darah, lendir (phlegm), hempedu kuning (yellow bile), dan hempedu hitam (black bile). Menurut teori ini, kesihatan seseorang mempunyai hubungan dengan campuran keempat-empat unsur tersebut. Keempat-empat unsur itu harus berada pada kadar yang seimbang dan apabila keseimbangan ini diganggu maka seseorang akan mendapat penyakit.

Setiap individu dikatakan mempunyai formula keseimbangan yang berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat tetapi telah meletakkan satu landasan kukuh kepada dunia perubatan untuk mengenal pasti punca penyakit yang menjangkiti manusia. Ibnu Sina telah menapis teori-teori kosmogoni Yunani ini dan mengislamkannya.

Ibnu Sina percaya bahawa setiap tubuh manusia terdiri daripada empat unsur iaitu tanah, air, api, dan angin. Keempat-empat unsur ini memberikan sifat lembap, sejuk, panas, dan kering serta sentiasa bergantung kepada unsur lain yang terdapat dalam alam ini. Ibnu Sina percaya bahawa wujud ketahanan semula jadi dalam tubuh manusia untuk melawan penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang kuat dalam tubuh bagi mengekalkan kesihatan dan proses penyembuhan.

Pengaruh pemikiran Yunani bukan sahaja dapat dilihat dalam pandangan Ibnu Sina mengenai kesihatan dan perubatan, tetapi juga bidang falsafah. Ibnu Sina berpendapat bahawa matematik boleh digunakan untuk mengenal Tuhan. Pandangan seumpama itu pernah dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani seperti Pythagoras untuk menghuraikan mengenai sesuatu kejadian. Bagi Pythagoras, sesuatu barangan mempunyai angka-angka dan angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan pandangan itu, maka Imam al-Ghazali telah menyifatkan fahaman Ibnu Sina sebagai sesat dan lebih merosakkan daripada kepercayaan Yahudi dan Nasrani.

Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasaan Tuhan. Dalam buku An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan bahawa pencipta yang dinamakan sebagai "Wajib al-Wujud" ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh dibahagikan dengan apa-apa cara sekalipun. Menurut Ibnu Sina, segala yang wujud (mumkin al-wujud) terbit daripada "Wajib al-Wujud" yang tidak ada permulaan.

Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang daripada Wajib al-Wujud sebab Dia berkehendak bukan mengikut kehendak. Walau bagaimanapun, tidak menjadi halangan bagi Wajib al-Wujud untuk melimpahkan atau menerbitkan segala yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-Nya.

Pemikiran falsafah dan konsep ketuhanannya telah ditulis oleh Ibnu Sina dalam bab "Himah Ilahiyyah" dalam fasal "Tentang adanya susunan akal dan nufus langit dan jirim atasan.

Pemikiran Ibnu Sina ini telah rnencetuskan kontroversi dan telah disifatkan sebagai satu percubaan untuk membahaskan zat Allah. Al-Ghazali telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat al'Falasifah (Tidak Ada Kesinambungan Dalam Pemikiran Ahli Falsafah) untuk membahaskan pemikiran Ibnu Sina dan al-Farabi.

Antara percanggahan yang diutarakan oleh al-Ghazali ialah penyangkalan terhadap kepercayaan dalam keabadian planet bumi, penyangkalan terhadap penafian Ibnu Sina dan al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di syurga atau neraka.

Walau apa pun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina dalam perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat dinafikan. Bahkan beliau boleh dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab menyusun ilmu falsafah dan sains dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak sahaja unggul dalam bidang perubatan tetapi kehebatan dalam bidang falsafah mengatasi gurunya sendiri iaitu al-Farabi.


Ibn Maskawaih

Orang yang mengasaskan teori evolusi

Ibn Maskawaih atau nama sebenarnya Abu Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Yaakub bin Maskawaih merupakan ilmuwan Islam yang terpenting. Walaupun pemikiran falsafahnya tidak banyak dibicarakan tetapi beliau telah mengemukakan berbagai-bagai teori falsafah penting yang menjadi asas kepada pemikiran falsafah tokoh-tokoh selepasnya.

Pandangannya mengenai manusia dan perkembangan masyarakat bukan sahaja menjadi asas pemikiran ke­pada ilmuwan Islam yang lain seperti Ibnu Khaldun dan Jamaluddin Al Rini tetapi juga para sarjana Barat. Teori evolusi yang dikemukakannya telah dijadikan sebagai bahan kajian oleh Charles Darwin yang kemudiannya menerbitkan buku Origin of
Species mengenai kejadian dan asal-usul manusia.

Dalam buku tersebut, Charles Darwin telah menyatakan bahawa manusia berkembang secara evolusi daripada spesies hidupan yang paling ringkas kepada yang kompleks. Perkembangan itu berlaku secara perlahan-lahan dan mengambil masa yang lama. Hasil daripada kajian dan pemerhatiannya terhadap pelbagai spesies hidupan dan fosil di beberapa buah benua, beliau akhirnya membuat keputusan bahawa manusia se­benarnya berasal daripada beruk melalui proses evolusi.

Teori evolusinya telah menjadi kontroversi dan mendapat tentangan daripada pihak gereja kerana dia menafikan peranan Tuhan dalam menjadikan kehidupan di muka bumi ini. Namun begitu, teori berkenaan telah menjadikan Darwin terkenal dan dianggap sebagai pelopor teori evo­lusi yang digunakan oleh para sarjana dalam bidang antropologi dan sosiologi dalam menghuraikansejarah serta perjalanan manusia serta perkembangan masyarakat. Padahal teori evolusi telah lama digunakan oleh Ibn Maskawaih dalam kajiannya mengenai perabadan ma­nusia.

Menurutnya, kecerdikan manusia tidaklah mengatasi kepintaran yang dimiliki oleh beruk. Tetapi manusia menjadi lebih cerdik kerana pengalaman yang mereka peroleh dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi Ibn Maskawaih, manusia itu ialah sebuah dunia yang kecil dan padanya terdapat gambaran mengenai segala yang ada di dunia ini. Setiap manusia mempunyai peranannya yang tersendiri sama ada sebagai individu ataupun anggota masyarakat.

Pendapat beliau ini menepati "Teori Fungsi" yang dikemukakan oleh seorang ahli sosio­logi Perancis yang bernama Auguste Comte. Sekiranya setiap anggota masyarakat melaksanakan peranan dan fungsinya maka masyarakat itu akan berada dalam keadaan yang stabil dan bersatu padu serta membolehkannya berkembang dengan teratur. Manakala sebarang gangguan terhadap fungsi itu akan mengakibatkan berlakunya konflik dan pergolakan dalam masyarakat.

Secara tidak langsung akan membawa keruntuhan kepada masyarakat tersebut. Jadi, tidak keterlaluan kalau di katakan bahawa Ibn Maskawaih juga merupakan pengasas kepada Teori Fungsi yang digunakan oleh para penganalisis sosial yang menjalankan kajian tentang masyarakat kuno dan moden. Walaupun beliau terdidik dalam bidang perubatan, tetapi minatnya yang mendalam terhadap ilmu, telah mendorongnya
mempelajari kesusasteraan, falsafah, kimia, bahasa, dan ilmu klasik yang lain.

Beliau menguasai dan mempunyai kepakaran setiap bidang yang dipelajarinya. Ibnu Maskawaih juga ahli sejarah dan ilmuwan akhlak yang handal. Semua ilmu pengetahuan itu tidak dipelajari sekali gus seperti yang sering dilakukan oleh sarjana Islam yang lain. Beliau mempelajarinya secara berperingkat-peringkat dan akhirnya mendapati bidang falsafah sesuai dengan dirinya sebagai seorang pemikir. Memulakan kerjayanya sebagai doktor sebelum dilantik menjadi setiausaha kepada beberapa orang menteri seperti Mueiz al Daulah.

Pengalaman tersebut memberikan beliau peluang yang luas untuk mendampingi masyara­kat dan orang ramai. Selepas kematian Mueiz, beliau dilantik oleh Menteri Ibnu Amid menja­di ketua perpustakaan. Kesempatan ini telah digunakan untuk menelaah berbagai-bagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan Islam dan Yunani. Selepas itu, beliau dilantik pula sebagai Ketua Pemegang Amanah Khazanah yang bertanggungjawab menjaga Perpustakaan Malik Adhdud Daulah yang memerintah dari tahun 367-372H. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya, Ibn Muskawaih telah berjaya membina ketokohannya sebagai seorang ilmuwan yang mempunyai pengetahuan yang luas dalam pelbagai bidang.

Banyak teori telah dihasilkan oleh beliau dan tidak terbatas kepada bi­dang falsafah semata-mata. Beliau menulis berbagai-bagai kitab yang membicarakan pelbagai persoalan. Antaranya Kitab al-Fauz al-Saghir yang menumpukan pembicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafizik iaitu tentang Allah, kerasulan dan jiwa. Kebanyakan pandangannya mengenai perkara ini disesuaikan daripada pandangan ahli falsafah Yunani. Kesan pemikiran falsafah Yunani terhadap Ibn Muskawaih dapat dilihat pada pan­dangannya mengenai jiwa.

Semasa mengungkap persoalan ini, beliau menyatakan bahawa jiwa merupakan roh yang berlainan daripada tubuh dan tidak mungkin dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindera. Baginya jiwa sesuatu yangda­pat menerima dua perkara pada satu masa yang sama seperti keadaan hitam dan putih pada satu waktu. Beliau juga telah mengemukakan teori akhlak dalam kitabnya yang berjudul kitab Tahzib al-Akhlaq. Dalam kitab itu, beliau menyebut kemuncak akhlak ialah apabila lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan secara teratur.

Oleh itu, akhlak yang baik hanya akan lahir daripada jiwa yang bersih dan begitu juga sebaliknya.Untuk mendapat jiwa yang bersih maka anak-anak sejak kecil lagi harus didedahkan de­ngan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai buruk pula hanya akan mengganggu proses tumbesaran dan menyebabkan mereka membesar tanpa menghiraukan tatasusila. Anak-anak perlu dilatih pada peringkat awal tumbesaran supaya bersikap dan bertindak mengikut nilai-nilai ini agar sebati de­ngan diri serta sanubari mereka.

Ibn Maskawaih turut menulis beberapa buah kitab yang lain seperti al'Adwiah al-Mufra-dah tentang ubat-ubatan, Uns al'Farid sebuah antologi cerpen, Tajarub al'Umarn sebuah catatan mengenai sejarah, al-Tabikh mengenai kaedah memasak, al'Asyribah yang membicarakan tentang minuman, al'Fauz al-Kabir, dan Tajrib al'Um. Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli falsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Idea dan pan­dangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan serta sarjana Islam yang tiada tolok bandingan pada zamannya. Sesungguhnya Ibn Maskawaih yang dilahirkan pada 330H (941M) di Kota Rhages itu akan terus dikenang sebagai seorang ahli fal­safah yang kaya dengan teori-teorinya.


Manaqib Ulama salaf

Manaqib Habaib